JobsDB.com

JobsDB.com adalah salah satu jaringan rekrutmen online terbesar di Indonesia dengan ribuan lowongan kerja yang terdapat di Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Bali, Medan dan kota lainnya, tips karir dan solusi pengembangan karir, serta memberikan informasi terkini tentang career expo dan job fair.

AyoTumbas.blogspot.com

Toko Online-nya arek Suroboyo

available places for ads

Tersedia tempat untuk iklan [580x300].

available places for ads

Tersedia tempat untuk iklan [580x300].

available places for ads

Tersedia tempat untuk iklan [580x300] Hubungi admin.

Thursday 14 November 2013

PERNAH BEKERJA DI APOTEK KIMIA FARMA BAG 1

Tahun 2005 adalah tahun yang sulit bagi saya. Setelah lulus SMA pada 2004, saya sempat bekerja di pabrik dan bekerja di suplier alat tulis kantor. Saya masih ingat mulai bekerja di Apotek Kimia Farma pada hari Selasa tanggal 5 Juli 2005. Setelah sebelumnya mengikuti tes seleksi penerimaan pegawai disana. Setelah saya keluar dari perusahaan suplier alat tulis saya menganggur hanya satu bulan. Selama satu bulan tersebut saya mengikuti tes seleksi yang diadakan bertahap setiap akhir pekan dengan sistem gugur di PT Kimia Farma Apotek. Informasi lowongan pekerjaan saya dapat di harian Jawa Pos. Di kolom iklan baris yang kecil-kecil. Membacanya harus teliti. Sebenarnya saya tidak tahu itu posisi apa. Yang tertulis di iklan adalah juru resep apotek. Saya langsung membawa surat lamaran ke alamat yang diminta. Jl Raya Darmo No 2-4 Surabaya. Naik ke lantai dua menemui Bu Titiek. Orangnya sudah sepuh, tapi baik sekali. Seminggu kemudian baru dipanggil untuk mengikuti tes yang pertama. Dibagi dua gelombang, saya ikut gelombang yang pertama jam 7 pagi. Satu ruangan ada sekitar 40 orang, jadi total peserta ada 80 orang untuk dua gelombang. Tes pertama kemampuan bahasa Inggris, matematika, kimia dasar, dan pengetahuan farmasi umum. Latar belakang pendidikan saya SMA jurusan IPA sangat membantu. Untuk tahap pertama yang lolos sekitar 16 orang. Selanjutnya tahap interview dengan tiga orang sekaligus. Tiga orang ini adalah apoteker PT Kimia Farma Apotek. Salah satunya adalah Ibu teman saya waktu SMA dulu, Rizal. Kamu kenal sama Rizal, spontan saja saya jawab tidak kenal. Lah wong tiap hari Rizal dipanggil dengan sebutan Pak Soleh. Jadi tidak ngeh. Padahal saya juga pernah diajak Rizal ke apotek yang dipimpin Ibunya itu. Dari rumah baru sadar kalau Pak Soleh itu nama aslinya Rizal. Interview berjalan lancar, sempat dipuji nilai tes bahasa Inggris saya bagus. Untung saja. Lolos tahap berikutnya adalah psikotes. Tempatnya di Bina Grahita daerah Krembangan Barat. Dari delapan orang yang lolos, hanya empat orang yang lolos ke tahap berikutnya, yaitu interview lagi. Kali ini dengan Bisnis Manager wilayah Surabaya dan sekitarnya. Bu Juleti, beliau seorang pimpinan yang berkharisma. Yang saya salut dari beliau adalah selalu hafal nama karyawan, mulai dari yang rendahan sampai yang berjabatan. Tiap saya sapa, selalu beliau menjawab disertai menyebut nama saya, walaupun saya karyawan rendahan. Empat orang diterima bekerja. Tetapi harus tes bebas narkoba dan zat aditif dulu di RS Polda Jatim. Disana cuma dites urin saja. Satu jam kemudian sudah keluar surat bebas narkoba. Harus bayar tujuh puluh lima ribu.
Saya ditempatkan di Apotek Kimia Farma Rungkut Madya Surabaya. Pertama kali saya bingung. Ini yang dikerjakan apa saja. Posisi juru resep di apotek ternyata seperti pesuruh. Office Boy kalau istilah di perkantoran. Hanya saja kita dibekali dengan kemampuan farmasi umum. Harus banyak belajar. Bagaimanapun saya harus cepat menyesuaikan diri. Hasan Alwi adalah pimpinan apotek saya. Beliau menganjurkan agar saya cepat belajar. Brosur-brosur obat saya kumpulkan dan saya bawa pulang. Saya baca waktu di rumah. Kerja disini sistem shift dengan hari libur sekali seminggu pada hari kerja. Banyak sekali yang saya kerjakan disini. Kebanyakan pekerjaan kasar, seperti menyapu, mengepel, membersihkan kaca depan, membersihkan gondola. Mengantarkan obat ke rumah pasien. Menyiapkan obat, meracik obat. Membereskan gudang, ikat kardus, ikat koran bekas. Membetulkan saklar lampu yang mati. Membersihkan alat-alat farmasi. Sampai menyiapkan makan pimpinan apotek. Tukar uang receh, setor uang ke Bank. Memberesi WC yang mampet. Semua membuat lelah. Tetapi saya terus bersemangat demi keinginan saya untuk tetap melanjutkan pendidikan tinggi dengan biaya sendiri. Brosur sudah habis saya bawa pulang. Ganti buku-buku farmasi mulai yang tipis sampai yang tebal-tebal. Saya pelajari pelan-pelan. Ternyata ada juga buku cara membaca tulisan cakar ayam dari resep dokter. Dalam buku ini juga dijelaskan cara mengartikan kode-kode bahasa latin yang digunakan dalam penulisan resep dokter. Misalnya "mf pulv da in caps" yang artinya obat digerus dulu sampai menjadi pulvis atau puyer dan selanjutnya dimasukkan ke dalam kapsul. Untuk masalah penulisan obat, kita akan tahu sendiri sejalan dengan banyaknya interaksi kita dengan nama-nama obat. Misalnya Amoxillin 500mg, tidak jarang tulisan dokter yang dapat dibaca adalah "amox" nya saja, tulisan "illin" nya dalam bentuk gelombang dengan dua titik diatasnya. Pernah atau sering bahkan tulisan dokter tidak terbaca sama sekali. Jika sudah begini senjata utama adalah menghubungi dokternya via telepon. Dokter yang baik pasti menjelaskan apa yang dimaksud dalam tulisannya tersebut. Ada juga yang malah marah-marah, tersinggung karena tulisannya jelek. Kenapa, memang tulisan saya kurang jelas, kamu tidak bisa baca apa. Begitulah, ya namanya juga dokter. Seolah dirinya dewa penyembuh. Dalam kasus tersebut hanya sedikit sekali dokter yang begitu. Dua bulan, tiga bulan, enam bulan, sepuluh bulan, setahun. Saya mulai menikmati pekerjaan ini, masih dengan pekerjaan kasarnya. Saya tidak peduli walaupun saya dilihat orang seperti cleaning service. Tiap hari menyapu, mengepel, membersihkan kaca-kaca etalase. Saya mulai mahir membaca resep. Mulai mengerti komposisi, dosis, dan efek samping. Sudah bisa meracik obat sendiri sesuai resep dokter. Apotek Kimia Farma tempat saya bekerja termasuk apotek grade kecil, sehingga semua karyawannya dituntut untuk bisa menguasai operasional dan pengetahuan farmasi. Walaupun itu bukan termasuk jobdesk saya. Ada asisten apoteker yang memang lulusan Sekolah Menengah Farmasi. Tetapi saya menganggap semua itu adalah keuntungan bagi saya. Dari yang tidak tahu apa-apa tentang kefarmasian hingga mendapatkan ilmunya. Walaupun tidak mendalam. Setidaknya saya bisa menjaga diri saya sendiri. Saya juga kadang ikut melayani pembelian resep dari pasien jika teman-teman asisten apoteker merasa kewalahan. Teliti dan hati-hati itu yang paling penting. Ini menyangkut nyawa orang lain. Kadang-kadang ada juga pasien yang menolak saya layani untuk pembelian obatnya. Saya tidak menyalahkan. Tiap ke apotek pasien tersebut selalu melihat saya bersih-bersih apotek. Dikira saya petugas kebersiham apotek. Tidak salah kalau kemampuan saya diragukan. Sebaliknya malah ada pasien yang hanya mau saya layani, salah satunya pelanggan loyal, Bu Vivi. Katanya saya telaten. Bu Vivi ini mempunyai seorang putri berkebutuhan khusus yang masih kecil. Jadi orangnya mudah tersinggung kalau tidak diperhatikan kebutuhannya waktu di apotek. Akhir 2005 kami mempunyai pimpinan baru, namanya Bu Reni. Asal Padang. Beliau berwatak keras dan tegas. Kalau memberi perintah seenak hatinya sendiri. Kalau saya menilai kemampuan bekerjanya tidak begitu bagus. Yang dipikirkan hanya laba dan laba. Jika begitu mengapa butuh pimpinan lulusan apoteker. Ambil saja lulusan manajemen atau akuntansi. Tapi tidak bisa, peraturannya sebuah apotek harus dipimpin oleh seorang apoteker. Pernah suatu saat saya dimarahi habis-habisan karena tidak mencuci piring yang habis digunakan makan siang oleh Bu Reni. Tiap pagi minta disiapkan teh hangat. Pernah saya sampai sakit hati sekali. Saat itu bulan Ramadhan, saya masuk shift sore dan sedang sakit. Tapi saya terpaksa masuk kerja karena personel kurang. Agung, kamu sebar brosur ke perumahan-perumahan sekitar, habis itu sisa brosur kamu sebarkan di traffic light. Sekarang. Bu, saya izin nanti saja sebar brosurnya setelah berbuka puasa. Saya sedang sakit. Memang rasa mual, demam, dan pusing jadi satu. Beliau langsung membentak. Saya bilang sekarang harus berangkat. Terpaksa saya berangkat sendiri sebar brosur ke perumahan sekitar apotek. Satu rumah saya beri dua lembar brosur biar cepat habis. Tapi seakan tidak habis-habis. Brosurnya ada dua rim kertas ukuran A4. Ya, itu artinya seribu lembar. Jam setengah lima sore sudah seakan tidak kuat lagi. Daripada saya pingsan di jalan brosur saya masukkan tas kresek. Saya bawa ke masjid, saya tidur sambil menunggu Bu Reni pulang. Jam lima lebih lima belas menit mobilnya amsih ada di depan apotek. Saya harus kembali ke apotek tanpa harus dimarahi karena brosur masih banyak sisanya. Terpaksa saya buang di sungai, biar habis. Kembali ke apotek, saya bilang sudah semua saya sebarkan. Aman sudah.  

Wednesday 13 November 2013

BIOGRAFI SINGKAT PEMILIK BLOG

Nama asli sesuai KTP Agung Prasetiyo, ini setelah KTP saya dirubah menjadi E-KTP. Identitas saya sebelumnya Agung Prasetyo, tidak ada huruf i diantara huruf t dan y. Mungkin petugas kecamatannya kurang teliti waktu mengetik nama saya di lembar KTP yang lama. Untung saja nama di ijazah SD sampai S-1 sesuai dengan akta kelahiran yaitu Agung Prasetiyo. Walaupun sudah lulus S-1 saya tidak akan menambahkan embel-embel atau titel ke dalam sufix nama saya. Nama saya tetap Agung Prasetiyo, sesuai pemberian Ayah dan Ibu.
Saat ini saya bekerja di salah satu perusahaan Astra International, PT Toyota Astra Financial Services. Perusahaan pembiayaan kendaraan Toyota yang sebagian sahamnya dimiliki Astra International sebagian lagi dimiliki Toyota Financial Services Corporation, Japan. Posisi saya sebagai Sales Officer, karyawan Astra dengan grade 3A. Sementara ini masih merasa nyaman dengan remunerasi dan tunjangan-tunjangan yang diberikan. Saya bertugas di kota Surabaya.
Pendidikan tertinggi saya sementara ini adalah S-1, Sarjana Komputer. Pendidikan S-1 saya tamatkan empat tahun di Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, atau sering disebut Untag. Masuk pendidikan S-1 tahun 2007, lulus dan diwisuda tahun 2011. Tepat waktu, walaupun dijalani sambil bekerja. Saya bangga bisa membiayai kulaih saya sendiri. Juga tak kalah bangganya kedua orang tua saya saat saya diwisuda. Ketika itu pula saya mendapatkan penghargaan Karya Tugas Akhir Terbaik tahun 2011. Saya membiayai kuliah sendiri, terasa berat waktu itu. SPP sering nunggak berbulan-bulan, tetapi saya berterima kasih kepada civitas akademika Untag, yang tidak mengenakan denda walaupun terlambat bayar SPP. Saya selalu melunasi sebelum UAS. Kehidupan setelah lulus SMA terasa berat. Lulus SMA di medio 2004, tak bisa langsung meneruskan kuliah. Saya putra pertama dari keluarga yang kurang mampu dari segi finansial. Ayah saya, Sudarno seorang buruh pabrik, Ibu saya, Sumiati ibu rumah tangga luar biasa. Mereka berdua adalah orang tua luar biasa bagi saya. Walaupun hidup kami sangat pas-pasan, tetapi keluarga saya tidak pernah merasa miskin. Kami hidup bahagia. Saya tidak menuntut banyak kepada kedua orang tua saya. Masih ingat ketika lulus SMA saya tidak menuntut untuk dibiayai melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi. Ibu saya sempat menangis waktu memberikan uang seratus lima puluh ribu untuk mendaftar SPMB. Saya tahu itu uang terakhir yang beliau punya. Saya tidak ingin menerimanya, tapi Ibu memaksa. Orang tua saya tahu benar sifat saya, watak saya, keinginan saya. Apalagi Ibu, beliau memiliki keinginan luar biasa agar saya meneruskan kuliah, karena beliau tahu saya selalu rajin dan memiliki prestasi lumayan bagus sejak SD. Andaikan nyawa Ibu dapat digunakan untuk membiayai pendidikan saya, pasti beliau rela memberikannya. Begitulah mungkin yang dapat digambarkan dari keinginan beliau. Dan saya yakin jika keluarga saya kaya raya pasti tidak akan merasa keberatan membiayai pendidikan saya kemanapun saya mau, walaupun akan habis semua harta itu. Walaupun orang tua saya berpendidikan kurang tinggi tetapi sangat konsen dengan pendidikan putra-putra nya. Adik saya satu orang, laki-laki, kelahiran 1993, Arie Dwijayanto. Lulus dari SMK Negeri 9 Surabaya di jurusan Seni Musik Klasik. Dia konsen di bidang musik, pandai mengaransemen, mengomposisi musik. Saya tidak bisa dan tidak paham soal musik, membaca not balok saja saya susah, lain dengan adik saya ini.
Masa SMA saya selesaikan di SMA Negeri 15 Surabaya, jurusan IPA. Salah satu SMA favorit di Surabaya. Sudah terkenal di kalangan warga, ini salah satu sekolah negeri paling elit di Surabaya. Tidak jarang tiap pagi hari banyak pemandangan mencengangkan. Mobil-mobil hitam gagah itu sering menurunkan siswa-siswi anak pejabat. Ajudannya yang berpakaian safari membukakan pintu, bak seorang permaisuri turun dari kereta kencana. Saya sih acuh saja dengan pemandangan seperti itu, toh seragam kita sama warnanya putih dan abu-abu. Cuma uang sakunya mungkin berbeda. Ada juga yang bawa mobil, untuk ukuran anak SMA itu keren sekali. Saya tak kalah keren, saya ke sekolah naik mobil besar. Itu bus kota. Naik dari daerah Wonokromo, rumah saya, turun di Menanggal, depan Graha Pangeran. Masih harus masuk lagi kira-kira 2 km ke arah barat untuk mencapai sekolah. Cukup dengan lima ratus rupiah ongkos bus kota untuk pelajar. Masuk ke lokasi sekolah sering nebeng sama teman-teman yang banyak lewat depan Graha Pangeran. Atau kalau berangkatnya terlalu pagi bisa bareng truk milik TNI AL yang menjemput karyawannya di daerah Menanggal. Tak jarang juga tidak dapat tebengan, dan harus lari pagi 2 km karena kesiangan. Dari sekolah pintu gerbang sudah di tutup, telat diatas 15 menit disuruh pulang. Boleh masuk tapi diantar orang tua. Ini sekolah ketat sekali aturannya. Sekolah kami menerapkan sistem fullday school. Seperti orang kerja, masuk jam setengah tujuh pagi pulang jam setengah lima sore. Bahkan melebihi pekerja kantoran yang bekerja delapan jam sehari.
Sebelumnya saya menamatkan SMP di SMP Negeri 12 Surabaya. Saya selesaikan pada 2001. Tepat selesai tiga tahun. Sekolah ini juga termasuk SMP favorit di Surabaya. Terletak di bilangan Ngagel Kebonsari, hanya berjarak kurang lebih 2,5 km dari rumah saya. Alat transportasi saya ke sekolah adalah sepeda model BMX. Sepeda angin dengan ukuran roda 17 inchi tersebut dibalut krom pada rangkanya. Ngetren pada saat itu. Masuk SMP saya mulai kaget dengan kehidupan pelajar-pelajar lainnya. Mereka kebanyakan anak orang berada. Mungkin karena gizi mereka cukup bagus sehingga bisa bersekolah disini. Ya, sebagai salah satu sekolah favorit pasti menetapkan passing grade yang tinggi. Saya bisa masuk di sekolah ini karena nilai NEM saya termasuk tinggi. Nilai NEM saya terbaik kedua waktu lulus Sekolah Dasar. Waktu SD, saya termasuk pelajar yang cerdas. Saya yakin ini karena Ibu rajin memberikan vitamin dan makanan bergizi. Walaupun kami keluarga kurang mampu, tetapi soal gizi makanan Ibu pandai mengaturnya. Tiap hari Ibu selalu memberikan sirup vitamin, diminumkan dari sendok yang digerakkan tangannya dengan penuh kasih sayang. Saya sih menurut saja. Belakangan saat saya pernah bekerja di Apotek Kimia Farma saya tahu itu vitamin buat apa. Berkomposisi folic acid, DHA, EPA, dan multivitamin lainnya, berkonsentrasi pada pertumbuhan dan perkembangan otak. Mengherankan memang, Ibu hanya lulusan SD, tetapi seakan mengerti betul kebutuhan perkembangan putra-putranya. Saya bersekolah SD di SD Negeri Wonokromo 1 Surabaya. Masuk tahun 1992. Saat itu usia saya belum genap 6 tahun, tepatnya 5 tahun lebih 6 bulan. Berjalan kaki sudah cukup karena sekolah saya dekat dengan rumah.Ibu pernah bercerita, beliau menghadap guru saya waktu kelas satu SD dulu. Ibu berkata jika saya belum dapat mengikuti pelajaran dan belum menguasai materi, mohon kepada Ibu Guru agar saya tidak dinaikkan ke kelas dua. Ternyata saya naik ke kelas dua. Saya selalu naik kelas. Saya berjiwa pemberontak waktu SD. Seringkali saya disetrap di depan kelas, karena berbeda pendapat dengan teman-teman lain atau menyalahkan guru yang mengajar pada waktu itu. Saya juga heran mengapa saya seperti itu. Padahal saya termasuk anak yang pendiam. Mungkin sistem pengajaran waktu itu masih konvensional dan ortodoks, dimana pembelajaran hanya dilakukan satu arah. Apa yang dikatakan guru dianggap selalu benar. Saya selalu tidak puas dengan apa yang disampaikan guru-guru saya. Seakan saya mempunyai penalaran tersendiri. Saya masih ingat pada saat kelas 5 SD saya maju ke depan papan tulis untuk menjelaskan gejala kapilaritas. Itu setelah saya berpendapat bahwa gejala kapilaritas pada sumbu kompor akan lebih cepat jika kompor tersebut dalam kondisi api menyala. Tetapi guru tersebut beranggapan nyala api kompor tidak berpengaruh. Akhirnya saya gambar kompor minyak tanah yang bersumbu di papan tulis. Dan saya disuruh duduk lagi. Pernah juga saat kelas enam SD saya disetrap didepan kelas. Yang ini karena saya dianggap salah menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Waktu guru memberikan aba-aba untuk mulai menyanyi, seluruh siswa mulai menyanyikan dengan nada "Endonesia Tanah Airku.....". Menggunakan huruf "E" bukan huruf "I". Saya tidak sependapat dengan teman-teman. Dengan lantang suara saya berbeda sendiri dengan teman-teman sehingga menimbulkan suara yang sumbang. Suara siapa itu, Ibu Guru mulai beranjak emosi. Semua diam. Ayo ambil suara lagi. Dan lagi-lagi suara "I" saya terdengar lagi. Akhirnya ketahuan, karena memang hanya saya yang mengeluarkan kata "Indonesia......". Saya disuruh menggunakan kata "Endonesia....." tetapi saya tetap tidak mau. Saya tetap kekeuh berkata "Indonesia....". Saya disuruh berdiri di depan kelas dan tidak boleh ikut menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Sebelum SD, saya berinteraksi di Taman Kanak-Kanak Aisiyah Bustanul Athfal dekat rumah. Kata Ibu saya nangisan. Salah satu yang saya ingat dari TK adalah Ibu Guru - Ibu Guru saya yang sangat sabar. Ada Bu Mus, Bu Rina, dan Bu Amin. Saya juga pernah menggigit jempol tangan teman saya waktu TK, yang membuat heboh seisi sekolahan. Jempolnya saya gigit karena dia menukar puzzle yang sudah dibagikan kepada kami berdua. Saya waktu itu duduk sebangku dengan dia. Dari kecil saya paling tidak suka mengambil hak orang lain, ataupun hak saya diambil orang lain. Saya akan bertindak.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More