Wednesday 13 November 2013

BIOGRAFI SINGKAT PEMILIK BLOG

Nama asli sesuai KTP Agung Prasetiyo, ini setelah KTP saya dirubah menjadi E-KTP. Identitas saya sebelumnya Agung Prasetyo, tidak ada huruf i diantara huruf t dan y. Mungkin petugas kecamatannya kurang teliti waktu mengetik nama saya di lembar KTP yang lama. Untung saja nama di ijazah SD sampai S-1 sesuai dengan akta kelahiran yaitu Agung Prasetiyo. Walaupun sudah lulus S-1 saya tidak akan menambahkan embel-embel atau titel ke dalam sufix nama saya. Nama saya tetap Agung Prasetiyo, sesuai pemberian Ayah dan Ibu.
Saat ini saya bekerja di salah satu perusahaan Astra International, PT Toyota Astra Financial Services. Perusahaan pembiayaan kendaraan Toyota yang sebagian sahamnya dimiliki Astra International sebagian lagi dimiliki Toyota Financial Services Corporation, Japan. Posisi saya sebagai Sales Officer, karyawan Astra dengan grade 3A. Sementara ini masih merasa nyaman dengan remunerasi dan tunjangan-tunjangan yang diberikan. Saya bertugas di kota Surabaya.
Pendidikan tertinggi saya sementara ini adalah S-1, Sarjana Komputer. Pendidikan S-1 saya tamatkan empat tahun di Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, atau sering disebut Untag. Masuk pendidikan S-1 tahun 2007, lulus dan diwisuda tahun 2011. Tepat waktu, walaupun dijalani sambil bekerja. Saya bangga bisa membiayai kulaih saya sendiri. Juga tak kalah bangganya kedua orang tua saya saat saya diwisuda. Ketika itu pula saya mendapatkan penghargaan Karya Tugas Akhir Terbaik tahun 2011. Saya membiayai kuliah sendiri, terasa berat waktu itu. SPP sering nunggak berbulan-bulan, tetapi saya berterima kasih kepada civitas akademika Untag, yang tidak mengenakan denda walaupun terlambat bayar SPP. Saya selalu melunasi sebelum UAS. Kehidupan setelah lulus SMA terasa berat. Lulus SMA di medio 2004, tak bisa langsung meneruskan kuliah. Saya putra pertama dari keluarga yang kurang mampu dari segi finansial. Ayah saya, Sudarno seorang buruh pabrik, Ibu saya, Sumiati ibu rumah tangga luar biasa. Mereka berdua adalah orang tua luar biasa bagi saya. Walaupun hidup kami sangat pas-pasan, tetapi keluarga saya tidak pernah merasa miskin. Kami hidup bahagia. Saya tidak menuntut banyak kepada kedua orang tua saya. Masih ingat ketika lulus SMA saya tidak menuntut untuk dibiayai melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi. Ibu saya sempat menangis waktu memberikan uang seratus lima puluh ribu untuk mendaftar SPMB. Saya tahu itu uang terakhir yang beliau punya. Saya tidak ingin menerimanya, tapi Ibu memaksa. Orang tua saya tahu benar sifat saya, watak saya, keinginan saya. Apalagi Ibu, beliau memiliki keinginan luar biasa agar saya meneruskan kuliah, karena beliau tahu saya selalu rajin dan memiliki prestasi lumayan bagus sejak SD. Andaikan nyawa Ibu dapat digunakan untuk membiayai pendidikan saya, pasti beliau rela memberikannya. Begitulah mungkin yang dapat digambarkan dari keinginan beliau. Dan saya yakin jika keluarga saya kaya raya pasti tidak akan merasa keberatan membiayai pendidikan saya kemanapun saya mau, walaupun akan habis semua harta itu. Walaupun orang tua saya berpendidikan kurang tinggi tetapi sangat konsen dengan pendidikan putra-putra nya. Adik saya satu orang, laki-laki, kelahiran 1993, Arie Dwijayanto. Lulus dari SMK Negeri 9 Surabaya di jurusan Seni Musik Klasik. Dia konsen di bidang musik, pandai mengaransemen, mengomposisi musik. Saya tidak bisa dan tidak paham soal musik, membaca not balok saja saya susah, lain dengan adik saya ini.
Masa SMA saya selesaikan di SMA Negeri 15 Surabaya, jurusan IPA. Salah satu SMA favorit di Surabaya. Sudah terkenal di kalangan warga, ini salah satu sekolah negeri paling elit di Surabaya. Tidak jarang tiap pagi hari banyak pemandangan mencengangkan. Mobil-mobil hitam gagah itu sering menurunkan siswa-siswi anak pejabat. Ajudannya yang berpakaian safari membukakan pintu, bak seorang permaisuri turun dari kereta kencana. Saya sih acuh saja dengan pemandangan seperti itu, toh seragam kita sama warnanya putih dan abu-abu. Cuma uang sakunya mungkin berbeda. Ada juga yang bawa mobil, untuk ukuran anak SMA itu keren sekali. Saya tak kalah keren, saya ke sekolah naik mobil besar. Itu bus kota. Naik dari daerah Wonokromo, rumah saya, turun di Menanggal, depan Graha Pangeran. Masih harus masuk lagi kira-kira 2 km ke arah barat untuk mencapai sekolah. Cukup dengan lima ratus rupiah ongkos bus kota untuk pelajar. Masuk ke lokasi sekolah sering nebeng sama teman-teman yang banyak lewat depan Graha Pangeran. Atau kalau berangkatnya terlalu pagi bisa bareng truk milik TNI AL yang menjemput karyawannya di daerah Menanggal. Tak jarang juga tidak dapat tebengan, dan harus lari pagi 2 km karena kesiangan. Dari sekolah pintu gerbang sudah di tutup, telat diatas 15 menit disuruh pulang. Boleh masuk tapi diantar orang tua. Ini sekolah ketat sekali aturannya. Sekolah kami menerapkan sistem fullday school. Seperti orang kerja, masuk jam setengah tujuh pagi pulang jam setengah lima sore. Bahkan melebihi pekerja kantoran yang bekerja delapan jam sehari.
Sebelumnya saya menamatkan SMP di SMP Negeri 12 Surabaya. Saya selesaikan pada 2001. Tepat selesai tiga tahun. Sekolah ini juga termasuk SMP favorit di Surabaya. Terletak di bilangan Ngagel Kebonsari, hanya berjarak kurang lebih 2,5 km dari rumah saya. Alat transportasi saya ke sekolah adalah sepeda model BMX. Sepeda angin dengan ukuran roda 17 inchi tersebut dibalut krom pada rangkanya. Ngetren pada saat itu. Masuk SMP saya mulai kaget dengan kehidupan pelajar-pelajar lainnya. Mereka kebanyakan anak orang berada. Mungkin karena gizi mereka cukup bagus sehingga bisa bersekolah disini. Ya, sebagai salah satu sekolah favorit pasti menetapkan passing grade yang tinggi. Saya bisa masuk di sekolah ini karena nilai NEM saya termasuk tinggi. Nilai NEM saya terbaik kedua waktu lulus Sekolah Dasar. Waktu SD, saya termasuk pelajar yang cerdas. Saya yakin ini karena Ibu rajin memberikan vitamin dan makanan bergizi. Walaupun kami keluarga kurang mampu, tetapi soal gizi makanan Ibu pandai mengaturnya. Tiap hari Ibu selalu memberikan sirup vitamin, diminumkan dari sendok yang digerakkan tangannya dengan penuh kasih sayang. Saya sih menurut saja. Belakangan saat saya pernah bekerja di Apotek Kimia Farma saya tahu itu vitamin buat apa. Berkomposisi folic acid, DHA, EPA, dan multivitamin lainnya, berkonsentrasi pada pertumbuhan dan perkembangan otak. Mengherankan memang, Ibu hanya lulusan SD, tetapi seakan mengerti betul kebutuhan perkembangan putra-putranya. Saya bersekolah SD di SD Negeri Wonokromo 1 Surabaya. Masuk tahun 1992. Saat itu usia saya belum genap 6 tahun, tepatnya 5 tahun lebih 6 bulan. Berjalan kaki sudah cukup karena sekolah saya dekat dengan rumah.Ibu pernah bercerita, beliau menghadap guru saya waktu kelas satu SD dulu. Ibu berkata jika saya belum dapat mengikuti pelajaran dan belum menguasai materi, mohon kepada Ibu Guru agar saya tidak dinaikkan ke kelas dua. Ternyata saya naik ke kelas dua. Saya selalu naik kelas. Saya berjiwa pemberontak waktu SD. Seringkali saya disetrap di depan kelas, karena berbeda pendapat dengan teman-teman lain atau menyalahkan guru yang mengajar pada waktu itu. Saya juga heran mengapa saya seperti itu. Padahal saya termasuk anak yang pendiam. Mungkin sistem pengajaran waktu itu masih konvensional dan ortodoks, dimana pembelajaran hanya dilakukan satu arah. Apa yang dikatakan guru dianggap selalu benar. Saya selalu tidak puas dengan apa yang disampaikan guru-guru saya. Seakan saya mempunyai penalaran tersendiri. Saya masih ingat pada saat kelas 5 SD saya maju ke depan papan tulis untuk menjelaskan gejala kapilaritas. Itu setelah saya berpendapat bahwa gejala kapilaritas pada sumbu kompor akan lebih cepat jika kompor tersebut dalam kondisi api menyala. Tetapi guru tersebut beranggapan nyala api kompor tidak berpengaruh. Akhirnya saya gambar kompor minyak tanah yang bersumbu di papan tulis. Dan saya disuruh duduk lagi. Pernah juga saat kelas enam SD saya disetrap didepan kelas. Yang ini karena saya dianggap salah menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Waktu guru memberikan aba-aba untuk mulai menyanyi, seluruh siswa mulai menyanyikan dengan nada "Endonesia Tanah Airku.....". Menggunakan huruf "E" bukan huruf "I". Saya tidak sependapat dengan teman-teman. Dengan lantang suara saya berbeda sendiri dengan teman-teman sehingga menimbulkan suara yang sumbang. Suara siapa itu, Ibu Guru mulai beranjak emosi. Semua diam. Ayo ambil suara lagi. Dan lagi-lagi suara "I" saya terdengar lagi. Akhirnya ketahuan, karena memang hanya saya yang mengeluarkan kata "Indonesia......". Saya disuruh menggunakan kata "Endonesia....." tetapi saya tetap tidak mau. Saya tetap kekeuh berkata "Indonesia....". Saya disuruh berdiri di depan kelas dan tidak boleh ikut menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Sebelum SD, saya berinteraksi di Taman Kanak-Kanak Aisiyah Bustanul Athfal dekat rumah. Kata Ibu saya nangisan. Salah satu yang saya ingat dari TK adalah Ibu Guru - Ibu Guru saya yang sangat sabar. Ada Bu Mus, Bu Rina, dan Bu Amin. Saya juga pernah menggigit jempol tangan teman saya waktu TK, yang membuat heboh seisi sekolahan. Jempolnya saya gigit karena dia menukar puzzle yang sudah dibagikan kepada kami berdua. Saya waktu itu duduk sebangku dengan dia. Dari kecil saya paling tidak suka mengambil hak orang lain, ataupun hak saya diambil orang lain. Saya akan bertindak.

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More