Monday 17 February 2014

PERNAH BEKERJA DI APOTEK KIMIA FARMA BAG 2

Semenjak lulus SMA saya memendam keinginan untuk bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Setelah tahun pertama bekerja di apotek Kimia Farma, saya merasa diberi kemampuan. Kemampuan untuk dapat membiayai pendidikan saya di perguruan tinggi. Tentunya dengan tetap bekerja di Kimia Farma. Musim penerimaan mahasiswa baru tahun 2006 telah dibuka. Mencari universitas yang menyediakan fasilitas kelas sore untuk mahasiswanya. Dan tentu saja universitas bukan negeri alias swasta. Juga mencari yang biayanya murah, karena kebanyakan universitas swasta mematok biaya yang sangat mahal. Sehingga saya harus selektif untuk memilih. Saya sudah berniat bekerja sambil kuliah. Walaupun penghasilan saya tidak begitu besar tetapi saya yakin bahwa setiap niat baik akan mendapatkan pertolongan dari Tuhan. Saatnya untuk meminta izin dari pimpinan saya, Bu Reni. Beliau menolak. Nampaknya argumen saya tidak dapat beliau terima. Saya tidak diperbolehkan untuk bekerja sambil kuliah. Akan mengganggu pekerjaan katanya. Memang kami bekerja dengan sistem shift karena apotek harus selalu buka dan melayani masyarakat. Apalagi apotek Kimia Farma adalah BUMN. Harus mengikuti peraturan dan standard yang ditetapkan oleh pemerintah. Jika saya kuliah sore maka hari Senin sampai Jumat harus bekerja di shift pagi. Hal ini yang menjadi salah satu alasan mengapa saya belum diperbolehkan untuk kuliah. Selain faktor yang lain, misalnya fokus bekerja menjadi terbagi untuk kuliah, dan sebagainya. Padahal menurut saya selain beberapa faktor negatif juga terdapat beberapa faktor positif yang didapat perusahaan jika mengizinkan saya kuliah. Motivasi bekerja saya akan semakin meningkat. Sumber dana saya hanya dari pekerjaan di Kimia Farma. Maka saya akan lebih bersemangat untuk bekerja agar dapat terus membiayai kuliah. Ilmu yang saya dapat nantinya juga dapat saya aplikasikan untuk menunjang pekerjaan. Tetapi mungkin faktor positif ini tidak diperhatikan sepenuhnya oleh pimpinan saya. Dengan terpaksa kuliah saya tunda. Artinya sudah dua tahun keinginan saya untuk kuliah tertunda setelah lulus SMA tahun 2004. Sering merasa iri melihat atau mendengar kabar teman-teman sekolah dulu. Aku sudah di ITS, si A di Unair, si B di UGM. Aku sekarang sudah semester 4. Kabar-kabar itu seakan membesitkan luka, sedikit iri juga. Disamping itu semua saya juga semakin merasa terpacu untuk memperjuangkan masa depan saya. Tahun ini boleh gagal.


Selain kuliah saya juga memiliki keinginan untuk mempunyai sebuah motor baru. Setiap hari saya memikirkan harus bisa dan bisa membeli motor. Dengan hasil keringat saya sendiri tentunya. Bak gayung bersambut karena tahun ini belum bisa memulai kuliah, maka saya putuskan untuk mengumpulkan penghasilan buat beli motor baru. Motor yang saya pakai sehari-hari adalah pemberian orang tua waktu akan lulus SMA. Honda Grand tahun 93 beli bekas. Sering batuk-batuk dan mogok saat terkena hujan. Ingin sekali punya motor bagus seperti milik teman-teman SMA dulu. Suzuki Satria F 150. Motor itu yang saya impi-impikan. Setiap saya membaca surat kabar jika ada iklan motor tersebut lama sekali saya pandangi. Besoknya saya gunting gambar motornya dan saya bawa pulang. Harus bisa dan harus bisa. Gaji saya tidak begitu besar. Harus saya bagi sedikit dengan orang tua dan adik saya. Bekerja di Kimia Farma Apotek ada bonus atau tunjangan selain gaji yang kita terima pada saat-saat tertentu. Misalnya pada awal tahun ada tunjangan jasa produksi, uang seragam. Bulan Juli ada tunjangan uang pendidikan. Sebelum puasa dan akhir tahun sebelum Natal ada tunjangan kesejahteraan. Saya cukup hidup dari uang-uang itu. Sehingga gaji saya utuh saya simpan untuk beli motor. Harga Suzuki Satria baru waktu itu Rp 16.500.000. Itu jumlah yang besar. Tiap hari saya bawa bekal makan ke tempat kerja. Untuk menghemat pengeluaran. Bulan Januari 2007 tidak dirasa sudah terkumpul tabungan Rp 13.500.000. Hasil setahun lebih menabung. Untuk menambah kekurangan, motor lama dijual. Saat itu belum ada situs jual beli online. Jika ada pun saya tidak tahu. Terwujud sudah keinginan saya. Motor Suzuki Satria F 150 warna merah cerah jadi tunggangan saya. Sempat saya terharu dan bangga, ternyata saya bisa. Dari guntingan iklan di koran bekas di apotek yang saya lihat terus tiap malam akhirnya bisa juga saya mewujudkannya. 

Seiring dengan berjalannya waktu saya diberikan amanah tugas tambahan. Sebagai pemegang uang kas apotek Kimia Farma. Staff senior pemegang kas akan segera purnatugas. Ternyata tidak mudah juga. Harus menyediakan uang receh untuk uang kembalian di apotek. Setiap pagi harus mencari tempat tukar uang receh mulai pecahan 100 rupiah sampai 20 ribuan. Seringkali ke tempat penyalur teh botol sosro daerah rungkut asri barat. Ko Andy, biasa saya panggil nama pemiliknya. Hampir setiap pagi jam tujuh saya ke tempat Ko Andy. Setelah truk-truknya berangkat saya dipersilakan masuk ke kantornya. Kantornya tidak begitu besar, kira-kira berukuran 3 kali 4 meter persegi. Yang saya benci di tempat usaha Ko Andy ini banyak anjing. Ada tiga ekor yang selalu menggonggong ketika saya masuk. Baunya juga membuat mual. Kadang juga tidak mendapatkan uang receh dari Ko Andy. Tukar ke bank juga sering tidak ada. Pernah juga sampai ke terminal Joyoboyo untuk menukar uang logam pecahan 100 dan 500 rupiah. Berjalan dari toilet umum satu ke yang lainnya. Ya begitulah sampai setiap hari sudah terbiasa dan dapat menikmati. Demi memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan apotek Kimia Farma. Karena ada pelanggan yang ketika mendapat kembalian permen selalu marah. Satu permen ekuivalen dengan 100 rupiah. Kenapa saya dikasih permen. Maaf pak, uang receh saya habis. Memang kamu mau saya bayar obat pake permen sekantong ??. Itu cuplikan adegan di kasir. Untuk menghindari komplain dari pelanggan seperti itu, itu tugas saya. Memang selama saya bekerja di apotek Kimia Farma terkesan tugas saya sepele. Tetapi menurut saya dari tugas yang sepele itu saya lebih dapat memahami makna bekerja sesungguhnya. Seperti halnya bangunan rumah. Butiran-butiran pasir yang kecil itu dapat membangun sebidang tembok yang kokoh. Sehingga dapat berdiri sebuah rumah. Setiap hari saya harus membersihkan apotek. Jam 6 pagi saya sudah datang. Memulai untuk menyapu seluruh ruangan apotek dan halaman depan. Kemudian mengepel lantai. Sampai keringat saya yang menetes di lantai juga ikut saya pel. Agenda selanjutnya membersihkan gondola, rak obat, meja racik, dan dapur. Capek sekali. Sempat juga berpikir saya sekolah pintar-pintar akhirnya jadi tukang bersih-bersih. Siang dikit saya harus menghitung uang setoran penjualan hari kemarin. Saya setorkan ke bank Mandiri. Saking seringnya setor, sampai sekarang saya masih hafal nomor rekening milik Kimia Farma. Bukti setoran beserta LIPH (Laporan Ikhtisar Penerimaan Harian) harus dibawa ke kantor Bisnis Manajer Surabaya di Jl Raya Darmo 2-4 Surabaya. Di kantor BM Surabaya ini terdapat gudang logistik penyimpanan obat. Fungsi gudang ini sebagai penyangga logistik atau inventory dari unit-unit apotek Kimia Farma di Surabaya dan sekitarnya. Memang ada pengiriman langsung dari PBF (Pedagang Besar Farmasi) ke masing-masing apotek. Akan tetapi ada obat-obat tertentu yang jika dipesan dalam jumlah besar akan mendapatkan diskon yang besar pula. Hal ini akan memberikan tambahan keuntungan bagi perusahaan. Inilah salah satu fungsi gudang logistik. Menampung sementara obat-obatan dalam jumlah yang besar kemudian mendistribusikannya ke unit-unit apotek dalam rentang waktu tertentu. Fungsi lain adalah sebagai balancer atau penyeimbang stok obat di unit-unit apotek Kimia Farma pada saat terjadi kejadian khusus, misalnya libur hari raya. Pada saat hari raya Idul Fitri misalnya, pendistribusian obat dari PBF akan terhambat karena masa libur yang cukup panjang. Sebaliknya apotek Kimia Farma harus terus buka dan melayani masyarakat. Maka fungsi gudang logistik akan sangat sentral pada waktu-waktu tersebut. Tiap hari saya harus mampir ke gudang untuk membawa obat-obat yang di dropping ke apotek. Fasilitas pengiriman belum begitu optimal, bahkan bisa dikatakan tidak berjalan. Jadi dari masing masing unit apotek harus mengambilnya sendiri ke gudang. Lagi-lagi saya yang mendapatkan tugas tersebut. Kelihatannya saja obat, tapi bentuk sediaannya kan banyak. Kalau tablet sih ringan. Kalau sirup yang berbotol-botol itu?. Kadang bisa sampai berboks-boks. Harus saya angkut dengan menggunakan sepeda motor. Untuk masalah tali-temali saya sudah mahir. Keterampilan ini saya dapat waktu bekerja di supplier alat tulis sebagai kurir. Motor yang saya gunakan adalah motor operasional apotek. Waktu itu honda legenda. Kalau tidak hujan sih oke-oke saja. Jika hujan turun dan kita ditengah jalan ya bisa repot sendiri. Bayangkan saja motor dengan tumpukan boks karton hingga 3 tumpukan dibelakang punggung saya. Belum lagi di bagian depan saya. Ini semua harus terselamatkan dari amukan air hujan. Tetapi saya yakin ini sementara. Saya masih mempunyai masa depan. Dan saya sedang mengupayakan masa depan yang lebih baik.

Tidak ingin menunda-nunda lagi. Itu pikiran saya yang tetap ingin melanjutkan kuliah di tahun ini. Tahun 2007. Sudah terlambat tiga tahun. Kata orang-orang sih tidak ada kata terlambat. Tetapi bagi saya tetap terlambat tiga tahun. Teman-teman SMA saya rata-rata sudah semester 6 dan akan menuju semester 7. Dalam hati saya bertekad untuk mendaftar kuliah tahun ini. Walaupun tidak diizinkan pimpinan. Pilihan pertama adalah Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran. Lokasinya tidak jauh dari KF 22. Bisa menghemat waktu dan transportasi pikir saya. Namun setelah mendatangi tempat pendaftaran ternyata jurusan Teknik Informatika masih belum terakreditasi. Kapan bisa turun status akreditasinya. Petugas pendaftaran bilang masih belum jelas, masih proses pendaftaran ke BAN PT. Mungkin bisa bertahun-tahun mas. Begitu jawabannya. Daripada tidak jelas maka saya mencari alternatif pilihan lainnya. Akhirnya jatuh ke Untag Surabaya. Saya pilih jurusan Teknik Informatika. Di Untag sudah terakresitasi B. Pada dasarnya saya gaptek. Tidak begitu tahu soal teknologi komputer. Email saja tidak punya pada waktu itu. Memang saya menantang diri saya sendiri untuk bisa menguasai bidang yang saya tidak bisa. Dan ternyata itu sangat susah. Pernah di awal-awal semester berpikiran untuk pindah jurusan lain. Saya mendaftar di bulan Agustus. Malam hari pulang kerja ditemani Ayah saya. Ternyata ada tes masuknya juga. Mungkin formalitas. Saya tetap mengerjakan dengan sungguh-sungguh. Dan pastilah dierima. Setelah dijelaskan rincian biaya masuk Universitas, besar sekali jumlahnya. Biaya masuk yang paling tinggi adalah jurusan yang saya pilih. Saya tidak ingat betul jumlahnya. Mungkin sekitar 8.500.000 rupiah. 6 juta bisa diangsur selama setahun kata petugas pendaftaran. Itu artinya saya harus mengeluarkan biaya 2.5 juta malam itu. Habis sudah tabungan saya. Perbulan saya harus mengeluarkan 500 ribu. Itu hanya untuk mengangsur biaya masuk. Belum SPP, biaya praktikum, beli buku, fotocopy, beli makan malam, beli bensin, dan lain sebagainya. Padahal ini sudah termasuk universitas yang paling terjangkau dari segi biaya di Surabaya. Walaupu gaji saya sedikit tetapi yakin tekad saya lebih besar dari gaji saya. Yakin bisa. Setelah mendaftar baru saya bilang ke pimpinan. Gentar juga rasanya. Bagaimana kalau saya kemudian langsung diberhentikan. Status saya masih PTT (Pegawai Tidak Tetap) dengan masa kontrak per satu tahun. Mudah saja mendepak saya sebenarnya. Setelah saya ceritakan semuanya di ruang pimpinan saya, waktu itu masih Bu Reni. Beliau masih berkata tidak menyetujui saya untuk bekerja sambil kuliah. Kamu kuliah diluar persetujuan saya, dan saya tidak suka itu. Saya ingin waktu bekerja kamu normal seperti biasanya. Saya tidak mau tahu. Kamu boleh terus bekerja disini. Anggap saja saya tidak tahu kalau kamu kuliah. Itu katanya, sejurus kemudian mempersilakan saya untuk keluar ruangan. Kecewa, itu sudah pasti. paling tidak saya masih bisa bekerja disini pikir saya. Awal-awal masuk kuliah saya kadang-kadang bolos karena bersamaan dengan jadwal kerja saya. Saat itu jadwal kerja saya masih dibuat normal. Jadi beberapa kali harus mengorbankan waktu kuliah.  Saya memilih kuliah sore. Mulai perkuliahan jam 5 sore. Tuhan memang tidak tidur. Bulan September 2007 ada pergantian pimpinan apotek. Bu Reni dimutasi ke unit apotek Kimia Farma 186. Kita dapat pengganti apoteker baru asli Palembang. Bu Lusiana Wijayanti namanya. Setelah saya bercerita kondisi saya yang sedang berkuliah, ternyata beliau mendukung. Asal teman-teman di apotek tidak keberatan tentang shift kerja saya. Dan diperbolehkan untuk menyesuaikan jadwal kerja dengan jadwal kuliah saya. Bijaksana sekali.

9 comments:

What a touching yet very inspiring story. Luar biasa sekali perjuangan nya. Saya pribadi yang membaca nya sampai malu karna kerja keras dan tekad yang luar biasa.

Cerita yang sangat menginspirasi, selama ini saya hidup sudah sangat enak tanpa terpikir ada yang lebih susah dari saya sampai saya masih juga tidak bersyukur atas nikmat Allah. Terimakasih atas ceritanya, ditunggu cerita selanjutnya pak.

Btw cara penulisannya enak dibaca, coba bisa dibuatkan buku (y)

Kayaknya saya faham betul dengan perjalanan hidup ini...hahhahahahaa

Kayaknya saya faham betul dengan perjalanan hidup ini...hahhahahahaa

Wahhh saya jga prnah kerja d kimia farma sbgi AA Dan sambil kuliah,,Dan akhirny resign ktika Ada PKL d tmpt kuliah ��

Saya kiki kerja di kfa balikpapan. Sama sma kaya mas kerja sambil kuliah tapi saya diam2 cuma tau teman2 kerja yg saya tukarkan shif alhamdulillah lulus walau nilai di dapat standar karna mesti bolos kalau tambarakan jadwal dengan kerjaan

Saya kiki kerja di kfa balikpapan. Sama sma kaya mas kerja sambil kuliah tapi saya diam2 cuma tau teman2 kerja yg saya tukarkan shif alhamdulillah lulus walau nilai di dapat standar karna mesti bolos kalau tambarakan jadwal dengan kerjaan

Bu Reni orang madura itu ta mbak?

, ne ceritamu persis yg dialami kawan2 sejawad bekerja sambil kuliah,, tapi puji Tuhan pimpinan serta PHM dan team di batam khususnya baik baik semua, pengertian dan selalu mensuport kawan kawan disini, yang penting pekerjaan di apotik jangan sampai terkendala.

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More